Surabaya l bnewsnasional.org - Sistem tilang elektronik (Electronic Traffic Law Enforcement/ETLE) yang digadang-gadang sebagai wajah baru penegakan hukum lalu lintas berbasis teknologi kembali menuai sorotan tajam. Kasus terbaru datang dari seorang warga Surabaya yang terkejut ketika hendak membayar pajak tahunan kendaraan bermotor miliknya.
Betapa tidak, saat dirinya mendatangi kantor Samsat, warga tersebut diberitahu bahwa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) miliknya diblokir akibat pelanggaran lalu lintas yang terekam kamera ETLE. Masalahnya, ia mengaku sama sekali tidak pernah menerima surat tilang elektronik dari pihak Kepolisian Daerah Jawa Timur, khususnya Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Jatim.
Baca Juga: Kapolresta Malang Kota Diduga Blokir Nomor Wartawan, Akses Informasi Publik Terhambat
“Lha saya ini sudah tua, mau bayar pajak tahunan, tapi kok tiba-tiba katanya STNK saya diblokir karena melanggar ETLE. Surat tilang tidak pernah sampai ke rumah saya. Lalu bagaimana saya bisa tahu?” keluh warga tersebut dengan nada bingung saat ditemui wartawan, Jumat (16/8/2025).
Padahal, sesuai prosedur, surat konfirmasi ETLE seharusnya dikirim langsung ke alamat pemilik kendaraan yang tercatat di data kepolisian. Surat tersebut berisi informasi detail mengenai waktu, lokasi, dan jenis pelanggaran yang dilakukan. Dengan adanya surat itu, pemilik kendaraan dapat melakukan konfirmasi apakah benar dirinya melakukan pelanggaran atau terdapat kesalahan sistem.
Kejadian ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Jika surat tidak pernah sampai, maka pemilik kendaraan tidak akan mengetahui adanya pelanggaran, dan tiba-tiba STNK mereka sudah terblokir saat hendak mengurus kewajiban pajak. Hal ini dinilai berpotensi mengganggu hak masyarakat serta menimbulkan dugaan adanya kelalaian dalam sistem administrasi Ditlantas Polda Jatim.
“Kalau surat tilang tidak pernah dikirim, lalu kenapa tiba-tiba STNK saya diblokir? Saya jadi bingung sendiri. Rasanya kok seperti ditinggalkan negara,” ungkap warga tersebut.
Menanggapi masalah ini, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryo Nugroho memberikan atensi khusus. Ia menegaskan setiap keluhan masyarakat terkait layanan ETLE harus ditindaklanjuti secepatnya.
“Saya akan meminta laporan langsung dari Ditlantas Polda Jatim. Semua kasus seperti ini harus dievaluasi. Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena sistem tidak berjalan sebagaimana mestinya,” ujar Agus di Jakarta.
Namun, saat dimintai keterangan, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Iwan Saktiadi, justru terkesan bungkam. Hingga berita ini diterbitkan, Kombes Iwan belum memberikan klarifikasi resmi terkait kasus yang menimpa warga Surabaya tersebut.
Sementara itu, Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Jatim, AKBP Septa Firmansyah, menyebut bahwa jika ada kasus surat ETLE yang tidak sampai ke tangan masyarakat, pihaknya akan menindaklanjuti melalui koordinasi dengan polres jajaran.
“Kita sebagai pembina fungsi, kalau ada kasus seperti ini kita tegur dan kita serahkan ke polres masing-masing untuk dikroscek kebenarannya. Kalau polda tidak lalai, itu kan pelaksananya polrestabes. Ada tugas, wewenang, serta pengawasan masing-masing,” ucap Septa.
Pernyataan tersebut justru menimbulkan kesan bahwa Ditlantas Polda Jatim seolah melempar tanggung jawab kepada jajaran bawahannya. Hal ini menimbulkan dugaan adanya kelalaian struktural di tubuh Ditlantas Polda Jatim dalam memastikan sistem ETLE berjalan efektif.
Fenomena ini juga mendapat sorotan dari Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI), Baihaqi Akbar. Ia menegaskan bahwa seharusnya masyarakat tidak boleh menjadi korban kesalahan administrasi pihak kepolisian.
“Surat konfirmasi ETLE itu wajib dikirimkan ke alamat pemilik kendaraan. Tujuannya jelas, yaitu memastikan apakah benar pemilik kendaraan melakukan pelanggaran atau tidak. Kalau surat tidak dikirim, lalu tiba-tiba STNK diblokir, jelas ini merugikan masyarakat. Apalagi masyarakat wajib tahu pelanggaran apa yang mereka lakukan,” tegas Baihaqi.
Baihaqi juga menuntut agar Polda Jatim memperbaiki sistem ETLE agar lebih transparan dan tepat sasaran. “Jangan sampai masyarakat merasa dizalimi. Kalau memang salah, ya harus dikonfirmasi dengan jelas, bukan tiba-tiba STNK diblokir begitu saja,” tambahnya.
Kasus ini menambah panjang daftar persoalan dalam implementasi ETLE di Jawa Timur. Alih-alih memberi kepastian hukum, sistem ini justru memunculkan kebingungan baru jika tidak diiringi dengan manajemen administrasi yang rapi dan akuntabel.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Kakorlantas Polri maupun Polda Jatim. Apabila masalah ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian semakin terkikis.
“Kalau begini terus, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan. Padahal ETLE dimaksudkan untuk membangun transparansi hukum, bukan menimbulkan keresahan baru,” pungkas Baihaqi. (TeamRed)
Editor : Redaksi